Tujuan dan Asumsi
Sebagai sebuah sekolah vokasi, SMK menitikberatkan pada pembelajaran
praktik keahlian. Hadirnya mata pelajaran bahasa Indonesia diharapkan dapat
menunjang keahlian peserta didik dari segi keterampilan berkomunikasi. Peran
guru tidak berhenti pada tahapan menjadikan peserta didik mampu berkomunikasi
semata, akan tetapi hingga ke tataran yang lebih tinggi yaitu mengembangkan
keterampilan berkomunikasi peserta didik, baik secara lisan maupun tertulis.
Untuk menghadapi tantangan masa depan, kemampuan berkomunikasi menjadi
salah satu syarat keberhasilan bekerja. Keahlian peserta didik SMK dalam hal
praktik kejuruan harus diimbangi dengan keterampilan berkomunikasi dan terutama
keterampilan berbicara. Berbicara di depan audiens dapat dilakukan oleh semua
orang, akan tetapi berbicara menggunakan retorika yang memukau belum tentu
dapat dilakukan oleh semua orang. Pencapaian hingga pada tataran menggunakan
retorika yang memukaulah yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik SMK.
Pentingnya
keterampilan berbicara akan lebih baik bila dilengkapi dengan pendidikan
karakter. Pendidikan karakter sudah barang tentu memiliki nilai luhur, seperti
kearifan lokal. Pembelajaran diupayakan untuk memanfaatkan nilai-nilai
kearifan lokal sebagai sumber pembelajaran untuk peserta
didik. Nilai - nilai
kearifan lokal yang ada di daerah sekitar sekolah dan peserta didik
diintegrasikan dalam
pembelajaran. Penggunaan sumber belajar ini diharapkan akan ikut berperan serta
dalam meningkatkan rasa nasionalisme peserta didik.
Kearifan
lokal
berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal (local). Secara
umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai
gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi
geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya
masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun
bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
Pendidikan perlu memperhatikan kearifan lokal dan
tidak sekedar kulitnya saja. Pendidikan menyentuh
kearifan lokal salah satunya dengan penerapan Pendidikan Karakter. Pendidikan
ini sangat erat kaitannya dengan budaya.
Untuk menghasilkan sebuah
pembelajaran yang bermakna, peningkatan keterampilan berbicara bermuatan kearifan
lokal didukung dengan penerapan model cooperative learning. Model
pembelajaran cooperative learning dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
istilah pembelajaran kooperatif. Trianto (2007: 41) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa peserta didik akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya. Peserta didik saling membantu untuk memecahkan suatu masalah yang
kompleks.
Sintakmatik
Model pembelajaran cooperative learning dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan istilah pembelajaran kooperatif. Falsafah yang mendasari model
pembelajaran kooperatif adalah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama
merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya (Lie 2002:27). Tampak bahwa kerjasama
antaranggota merupakan prioritas dalam pembelajaran kooperatif.
Sintakmatik atau tahap-tahap pembelajaran dalam model pembelajaran
kooperatif menurut Suprijono (2009:65) terdiri atas enam fase meliputi: (1)
menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, (2) menyajikan informasi,
(3) mengorganisasi peserta didik ke dalam tim-tim belajar, (4) membantu kerja
tim dan belajar, (5) mengevaluasi, dan (6) memberikan pengakuan atau
penghargaan. Roger dan David Johnson (dalam Suprijono 2009:65) mengatakan bahwa
tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam pembelajaran kooperatif harus
diterapkan. Kelima unsur yang harus diterapkan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Saling Ketergantungan
Positif (Positive Interdependence)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua
pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada
kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari
bahan yang ditugaskan tersebut.
2) Tanggung Jawab
Perseorangan (Personal Responsibility)
Pertanggungjawaban perseorangan ini muncul jika dilakukan pengukuran
terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk
semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggungjawab perseorangan
adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar
bersama.
3) Interaksi
Promotif (Face to Face Promotive Interaction)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan
positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif dan
efisien, saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan, memproses
informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, saling mengingatkan, saling
membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan
kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, saling percaya, dan saling
memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
4) Keterampilan
Sosial (Interpersonal Skill)
Keterampilan sosial diperlukan oleh masing-masing peserta didik agar
tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Upaya pengordinasian kegiatan
peserta didik akan berjalan efektif apabila peserta didik saling mengenal dan
memercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling
menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara
konstruktif.
5) Pemrosesan
Kelompok (Group Processing)
Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat
diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari
anggota kelompok. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan keefektifan
anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk
mencapai tujuan kelompok.
Sistem Sosial
Sistem sosial yang
berlaku pada model pembelajaran kooperatif bersifat mandiri. Kegiatan
pembelajaran lebih didominasi oleh aktivitas peserta didik. Peserta didik akan
aktif berkontribusi pada kolaborasi di kelompoknya untuk mencapai tujuan
kelompok yang disepakati. Situasi kelas akan terasa kondusif sebab guru dan
peserta didik memiliki status yang sama untuk memecahkan masalah dengan
perananan yang berbeda.
Prinsip Pengelolaan/Reaksi
Menurut Lie di dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima unsur yang
harus diterapkan. Kelima unsur tersebut antara lain (1) saling ketergantungan
positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi
antaranggota, (5) dan evaluasi proses kelompok.
Sejalan dengan pengertian pembelajaran kooperatif menurut Lie, Trianto
(2007:41) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa
peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika
mereka saling berdiskusi dengan temannya. Peserta didik saling membantu untuk
memecahkan masalah yang kompleks. Menurut Trianto, pembelajaran kooperatif
memiliki unsur utama kemampuan sosial serta kerjasama dengan rekan sejawat.
Senada dengan Trianto, Suprijono (2009:54) berpendapat bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi segala jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Kelompok bukanlah semata-mata sekumpulan orang. Kumpulan disebut kelompok apabila
ada interaksi, mempunyai tujuan, berstruktur, groupness. Interaksi
adalah saling memengaruhi individu satu dengan individu yang lain.
Pendapat yang hampir sama diutarakan pula oleh Huda. Huda (2011:32)
berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif bergantung pada keefektifan
kelompok-kelompok peserta didik tersebut. Dalam pembelajaran ini, guru
diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan berhati-hati
agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan
pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu kelompoknya.
Berdasarkan berbagai pendapat yang disampaikan oleh Lie (2002:27),
Trianto (2007:41), Suprijono (2009:54), dan Huda (2011:32) tersebut, dapat
disimpulkan bahwa unsur utama pembelajaran kooperatif adalah gotong royong atau
kerja sama antaranggota. Pembelajaran kooperatif mengacu pada unsur kerja sama peserta
didik dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Terlihat pula
bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif ini adalah agar peserta didik
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Selain itu pembelajaran ini juga
memfasilitasi peserta didik agar dapat berkolaborasi dan berinteraksi dengan
teman-temannya dengan latar belakang yang berbeda.
Sistem Pendukung
Sarana yang
dibutuhkan untuk menunjang model pembelajaran kooperatif bermuatan kearifan lokal
adalah sumber-sumber yang mendukung peserta didik untuk mengeksplor topik
bahasan tentang kearifan lokal. Ada lima landasan dalam pembelajaran yang
dibutuhkan untuk sebagai sistem pendukung pada keterampilan berbicara peserta
didik, yakni: situasi, tujuan, metode penyampaian, jumlah penyimak, dan
peristiwa khusus.
1) Situasi
Aktivitas berbicara selalu terjadi atau berlangsung dalam suasana,
situasi, dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat
formal maupun informal. Jenis-jenis berbicara informal yang dikemukakan oleh
Logan (dalam Tarigan 1997:48) meliputi tukar pengalaman, percakapan,
menyampaikan berita, menyampaikan pengumuman, bertelepon, dan memberi petunjuk.
Adapun jenis-jenis berbicara formal mencakupi ceramah, perencanaan dan
penilaian, interview, prosedur parlementer, dan bercerita.
2) Tujuan
Tujuan berbicara pada umumnya adalah untuk menghibur, menginformasikan,
menstimulasi, meyakinkan, atau menggerakkan pendengarnya. Oleh karena itu,
berbicara dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis berupa berbicara menghibur,
berbicara menginformasikan, berbicara menstimulasi, berbicara meyakinkan, dan
berbicara menggerakkan.
3) Metode
Penyampaian
Berdasarkan cara penyampaian pembicaraan, berbicara diklasifikasikan
menjadi empat jenis yakni berbicara mendadak, berbicara berdasarkan catatan
kecil, berbicara berdasarkan hafalan, dan berbicara berdasarkan naskah.
4) Jumlah Penyimak
Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan
pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi
lisan dapat bervariasi misalnya individu, beberapa orang, dan banyak orang.
Berdasarkan jumlah penyimak tersebut, berbicara terdiri atas tiga jenis,
berbicara antar pribadi, berbicara dalam kelompok kecil, dan berbicara dalam
kelompok besar.
5) Peristiwa
Khusus
Berbagai kegiatan sering dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus, istimewa,
atau spesifik. Berdasarkan peristiwa khusus tersebut, berbicara atau pidato
dapat digolongkan atas enam jenis yakni pidato presentasi, pidato penyambutan,
pidato perpisahan, pidato jamuan (makan malam), pidato perkenalan, dan pidato
nominasi (mengunggulkan).
Kegiatan Guru
|
Langkah Pokok
|
Kegiatan Peserta Didik
|
Menyampaikan tujuan
|
Orientasi
|
Memahami tujuan pembelajaran
|
Menyajikan informasi tentang
kearifan lokal
|
Menyajikan masalah
|
Mengemukakan masalah
Paparkan konteks masalah tentang
kearifan lokal
|
Mengorganisasikan peserta didik
dalam kelompok belajar
|
Mengondisikan kelas
|
Bergabung dengan kelompok belajar
|
Membimbing kelompok belajar
|
Diskusi
|
Berdiskusi, praktik berbicara
|
Evaluasi dan pemberian umpan balik
|
Evaluasi
|
Berbicara di depan audiens
|
Pemberian penghargaan
|
Apresiasi
|
Melakukan refleksi diri
|
Daftar Pustaka
Huda,
Miftahul. 2011. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model
Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lie,
Anita. 2002. Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Lear
Suprijono,
Agus. 2009. Cooperative Learning, Teori & Aplikasi Paikem. Surabaya:
Pustaka Pelajar
Tarigan,
Djago, Tien Martini, Nurhayati Sudibyo. 1997. Pengembangan Keterampilan
Berbicara. Jakarta: Depdiknas
Trianto.
2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka