“Domba” : Dongeng Banyumasan
(Sebuah Pengembangan Bahan Ajar Apresiasi Dongeng Bermuatan Budaya Banyumasan Sebagai Solusi Penanaman Nilai Moral
bagi Siswa SD Kelas Rendah)
Meina Febriani
2101408106
Indonesia merupakan negara yang dihuni berbagai suku bangsa, dan memiliki beraneka ragam kebudayaan, bahasa, adat-istiadat dan berbagai tatakrama pergaulan. Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam pekerjaan, berbagai ragam pola kehidupan yang secara turun temurun telah diwariskan oleh nenek moyang bangsa. Keanekaragaman ini menunjukkan adanya ciri khas tradisional di tiap daerah, sehingga memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia.
Kabupaten Banyumas merupakan salah satu daerah yang memiliki kekayaan budaya. Kebudayaan tersebut berupa kesenian, bahasa, cerita rakyat, falsafah, dan sebagainya. Kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di daerah harus senantiasa dijaga untuk melestarikan kearifan lokal. Oleh karena itu, perlu ada usaha melalui pendidikan untuk pelaksanaan dan pengembangannya dengan tetap memperhatikan nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya.
Pendidikan berkarakter budaya lokal bertujuan untuk mengenalkan permainan anak, cerita rakyat setempat, kisah lahirnya nama-nama tempat, kesenian daerah dan sebagainya. Kebudayaan luhur warisan nenek moyang berangsur-angsur akan hilang terdesak oleh kebudayaan asing yang ditransformasikan oleh media elektronik. Diharapkan dengan adanya peran dunia pendidikan dalam penanaman wawasan bermuatan kearifan lokal, peserta didik akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas tentang lingkungan sekitarnya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya.
Pendidikan nilai secara sederhana dapat diartikan sebagai penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Mulyana (dalam Handoyo 2008:14), mendefinisikan pendidikan nilai sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar mereka menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. Dalam konteks yang lebih luas, nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan, tetapi lebih dari itu juga nilai kejujuran, nilai tanggung jawab, nilai kedisiplinan, nilai kebebasan, nilai kesamaan, nilai kepemimpinan, nilai toleransi, nilai kesetiaan, nilai kerjasama, nilai persahabatan, nilai cinta kasih dan nilai-nilai lainnya yang bermanfaat bagi pengembangan karakter dan kepribadian siswa.
Penanaman nilai-nilai dapat dilakukan melalui upaya komunikasi. Kegiatan membaca dongeng merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjalin komunikasi. Pemahaman dan penaman nilai-nilai melalui dongeng akan lebih memberikan kesan yang mendalam sehingga akan mudah pula diterapkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Dongeng juga merupakan instrumen bagi pengembangan nalar generasi muda, sehingga memiliki konstruksi pemahaman yang nyata atau imajinatif atas keadaan yang tumbuh dan berkembang di sekitarnya. Pemahaman yang nyata bisa dipetik dari makna dongeng yang dinarasikan dalam sisi pemaknaan pada akhir pengungkapan. Imajinatif karena dongeng mendorong daya kreasi, idealisasi akan harapan pada masa depan. Dongeng adalah metode pembelajaran informasi yang merupakan kekayaan budaya bangsa ini. Sebelum era masyarakat mengenal tulisan, dongeng merupakan media penanaman nilai-nilai sosial yang adiluhung oleh para orang tua dan nenek moyang ke generasi penerus.
Atas dasar pemikiran tersebut, dapat dipahami bahwa dongeng dan pembentukan karakter berwawasan kearifan lokal memiliki tujuan yang sejalan. Yakni pembentukan manusia yang mempunyai pemahaman, sikap, dan perilaku yang berkarakter dan memiliki nilai-nilai luhur. Terutama pendidikan kearifan lokal kepada anak tahap perkembangan kognitif operasional konkret, yang pada umumnya duduk di bangku Sekolah Dasar.
Sekolah Dasar (SD) sebagai jenjang pendidikan terendah dalam hierarki sistem pendidikan di Indonesia berfungsi untuk menanamkan kemampuan dan keterampilan agar dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, Sekolah Dasar (SD) juga berfungsi untuk memberi bekal yang cukup kepada siswa dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi diri dan lingkungan yang ada. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai luhur seperti penanaman wawasan kearifan lokal kepada anak sangat penting dilakukan secara dini untuk memberikan bekal nilai-nilai moral yang akan dihadapi anak atau siswa pada masa mendatang. Hal ini juga dilakukan untuk mendukung muatan lokal Budaya Banyumas yang dilaksanakan untuk siswa SD kelas III sampai dengan VI.
Pembelajaran di sekolah yang dilakukan oleh siswa tidak akan terlepas dari bahan ajar. Adapun bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Dengan adanya bahan ajar dimungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga siswa mampu menguasai semua kompetensi dasar secara utuh dan terpadu.
Bahan ajar bahasa Indonesia secara umum harus disesuaikan pada setiap jenjang pendidikan. Tujuannya agar bahan ajar tersebut sesuai dengan kebutuhan siswa, guru, serta kurikulum yang telah ditentukan. Pengembangan bahan ajar pun harus disesuaikan konteks sosial siswa saat ini yang dapat menanamkan nilai-nilai pembentukan karakter. Dengan demikian, kualitas pendidikan dapat meningkat sejalan dengan meningkatnya kualitas peserta didik yang berkarakter.
Relevan dengan situasi tersebut serta kebutuhan bahan ajar yang sesuai dengan konteks sosial yang ada, perlu adanya pengembangan bahan ajar mengapresiasi dongeng bermuatan budaya Banyumas yang disesuaikan dengan pendekatan yang mengacu pada kurikulum sekarang yaitu pendekatan kontekstual. Bentuk bahan ajar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini berupa bahan ajar tertulis yaitu buku mengapresiasi dongeng bermuatan budaya Banyumas dengan pendekatan kontekstual untuk anak SD kelas rendah. Bahan ajar yang yang akan dikembangkan ini diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai bahan ajar mengapresiasi dongeng untuk anak SD kelas rendah, meningkatkan keterampilan siswa dalam mengapresiasi sastra, dan meningkatkan minat baca siswa, serta penanaman nilai-nilai kearifan lokal pada anak.
Kebutuhan Dongeng Bermuatan Kearifan Lokal bagi Pembentukan Nilai Moral Siswa SD Kelas Rendah
Keterampilan membaca merupakan salah satu bagian dari pembelajaran sastra yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena selama ini pembelajaran membaca dianggap membosankan oleh siswa, bahkan oleh sebagian guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Kurangnya perhatian khusus terhadap pembelajaran membaca, mengakibatkan kemampuan siswa dalam mengembangkan keterampilan membaca masih kurang. Masih banyak siswa yang belum mampu memahami maksud bacaan dan memiliki minat untuk membaca terutama bagi siswa SD kelas rendah.
Dongeng adalah salah satu jenis karya sastra dalam bentuk prosa. Untuk memahami jalan cerita, unsur intrinsik, serta nilai yang terkandung dalam dongeng dibutuhkan proses apresiasi. Apresiasi harus dilaksanakan dengan cara menyenangkan agar pesan yang terkandung dalam dongeng dapat melekat kuat dalam diri siswa.
Dongeng merupakan karya sastra yang dapat digunakan sebagai media dalam menyampaikan pendidikan kearifan lokal. Dongeng dapat memuat asal-usul suatu tempat, kisah tokoh yang berpengaruh di sebuah daerah, serta cerita fantasi yang berkembang secara turun-temurun. Berkaitan dengan hal tersebut, Kabupaten Banyumas merupakan daerah yang sangat kaya dengan kebudayaan, termasuk dongeng. Dewasa ini, pemahaman anak-anak di Kabupaten Banyumas mengenai dongeng cukup rendah karena dongeng Banyumasan tidak diperkenalkan di Sekolah Dasar kelas rendah.
Keberhasilan suatu pembelajaran ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut harus menjadi perhatian guna meningkatkan mutu pendidikan. Berdasarkan uraian tersebut, faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pembelajaran membaca diantaranya, faktor teknik dan pendekatan dalam pembelajaran yang digunakan oleh guru, faktor siswa, dan faktor bahan ajar.
Pendekatan yang digunakan guru dalam melaksanakan pembelajaran membaca cenderung masih konvensional. Siswa hanya mendengar guru menjelaskan dan membaca teks yang disediakan sehingga kesan monoton dan membosankan dalam pembelajaran masih sangat terasa. Siswa sebenarnya membutuhkan peran guru dalam membangkitkan minat membaca agar pemahaman siswa terhadap isi teks serta pesan yang terkandung dalam bacaan dapat diterima oleh siswa secara tepat dan menyenangkan.
Banyak siswa beranggapan bahwa membaca dongeng adalah hal yang membosankan, tetapi kenyataannya tidak demikian. Membaca dongeng dan mengapresiasinya dapat menjadi kegiatan yang menyenangkan apabila dilakukan dengan cara yang tepat dan menarik.
Kebutuhan akan bahan ajar saat ini sangat tinggi, akan tetapi ketersediaan bahan ajar masih sangat langka dan sangat sulit untuk mendapatkannya. Mendesaknya kebutuhan akan bahan ajar tersebut dalam suatu pembelajaran menjadi landasan penulis dalam mengembangkan produk bahan ajar mengapresiasi dongeng berbasis Domba (Dongeng Banyumasan) bagi SD kelas rendah.
Saat ini buku kumpulan dongeng Banyumasan bagi anak-anak belum pernah dibuat. Kalaupun ada buku mengenai babad Banyumasan, buku tersebut belum dirancang sebagai bahan ajar bagi anak-anak untuk menunjang pembelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, buku-buku kumpulan dongeng Banyumasan yang sudah ada, belum ada yang menguraikan secara langsung mengenai nilai-nilai yang terdapat dalam cerita tersebut untuk diintegrasikan langsung dalam kehidupan. Siswa dan guru juga memerlukan pemahaman mengenai kebudayaan lokal. Melalui buku cerita ini, siswa dan guru dapat memahami nilai-nilai dan sejarah budaya Banyumas yang dijelaskan secara ringan dalam wujud dongeng.
Kemungkinan Pengembangan Potensi
Dongeng adalah salah satu bagian cerita rakyat ( folktale). Dongeng juga dianggap sebagian orang sebagai cerita pengantar tidur, karena isi ceritanya memberikan beberapa pelajaran moral ( akhlak ). Danandjaja (1991:140 – 141). Fungsi dongeng yaitu sebagai penyampai pesan dan nilai, penambah pengetahuan dan pengalaman batin serta membantu proses identifikasi diri dan perbuatan anak. Selain itu dongeng juga berfungsi mendidik emosi, imajinasi (Kasiyanto dalam Burhan:http:www//suara merdeka.com/harian). Dengan demikian fungsi dongeng sangat besar dalam kehidupan masyarakat terutama lingkungan sekolah karena di dalam dongeng terkandung pesan moral yang memiliki implikasi sangat baik terhadap pendidikan budi pekerti siswa sebagai warga sekolah dan masyarakat.
Bahan ajar dongeng Banyumasan merupakan kumpulan dongeng Banyumasan yang dibukukan dalam sebuah buku. Buku tersebut dapat digunakan guru sebagai media pengajaran.
Penanaman nilai-nilai moral yang baik bagi anak memang sebaiknya dilakukan pada anak-anak Sekolah Dasar. Karena pada usia itu merupakan masa perkembangan seorang anak dalam membentuk karakter dirinya ke depan. Namun, penanaman nilai-nilai moral tersebut juga tidak boleh memaksa sehingga anak dapat mudah menerima dan mengaplikasikan nilai-nilai moral tersebut dalam kegiatan sehari-hari. Melalui sebuah dongeng, anak-anak dapat memahami dan mengambil nilai-nilai moral yang biasanya muncul pada karakter tokoh, tema, dan amanat yang terkandung dalam sebuah dongeng.
Dengan bahan ajar ini, diharapkan anak akan memahami nilai-nilai moral yang baik sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh dongeng-dongeng Banyumasan, selain itu siswa dapat mengenal dan memahami kebudayaan Banyumas sehingga dapat meningkatkan kearifan lokal dalam diri siswa sejak usia dini. Pemahaman anak mengenai nilai-nilai moral tersebut dapat dibantu oleh orang tua maupun guru melalui dongeng-dongeng Banyumasan yang terdapat dalam buku dongeng Banyumasan.
Strategi Pengembangan “Domba” (Dongeng Banyumasan)
Bahan Ajar Dongeng Banyumasan (Domba) memiliki visi yang ditujukan bagi guru maupun siswa SD kelas rendah. Visi tersebut yaitu membantu guru dan memberikan media bagi siswa SD kelas rendah untuk mengapresiasi dongeng dan mengenalkan dongeng khas Banyumasan.
Dongeng Banyumasan digunakan sebagai sarana mengapresiasi dongeng bermuatan budaya Banyumasan karena dalam bahan ajar ini berisi kumpulan dongeng Banyumasan yang meliputi babad atau asal mula dinamakannya suatu daerah, tokoh wayang khas Banyumas, dan mitos-mitos yang ada dan menjadi kekayaan kearifan lokal di Kabupaten Banyumas. Dongeng yang disuguhkan dalam buku Domba dilengkapi dengan penjelasan nilai-nilai yang terkandung dari masing-masing tokoh dan peristiwa yang terjadi sehingga pesan yang disampaikan akan mudah ditangkap siswa SD kelas rendah.
Teori dan teknik di dalam bahan ajar apresiasi dongeng bermuatan budaya Banyumas akan memberikan pengetahuan tentang konsep (teori) dan praktik (tips dan trik) mengapresiasi karya sastra terutama dongeng sehingga dapat menjadi sarana penanaman rasa cinta sastra sejak dini. Penggunaan bahan ajar apresiasi dongeng bermuatan kearifan lokal seperti budaya Banyumas akan memberikan pengetahuan yang nyata tentang budaya Banyumas sehingga dapat meningkatkan pengetahuan budaya dan mehindari keterasingan terhadap lingkungan sekitar sejak usia dini. Bahan ajar apresiasi dongeng Budaya Banyumas didesain untuk menjadi bahan ajar yang sinergis dan saling melengkapi sehingga hasil yang dicapai objek belajar juga jauh lebih baik dibandingkan dengan penggunaan buku kumpulan dongeng lain yang mengangkat dongeng luar negeri.
Untuk mengembangkan bahan ajar mengapresiasi dongeng bermuatan budaya Banyumas (Domba) sebagai penanaman nilai moral ini dibutuhkan stategi pengembangan, yaitu: pelabelan; perintisan visi, misi, jiwa dan karakter, penganalisisan lingkungan pemasaran, dan perumusan alternatif strategi pengembangan.
Pertama, melakukan pelabelan Domba yakni bahan ajar apresiasi dongeng Banyumasan yang dapat membentuk karakter siswa yang bermoral. Kedua, pelabelan dilanjutkan dengan perintisan visi, misi, jiwa dan karakter.
Ketiga, untuk mengembangkan bahan ajar Domba diperlukan analisis lingkungan pemasaran.
Ketiga, untuk mengembangkan bahan ajar Domba diperlukan analisis lingkungan pemasaran.
Adapun identifikasi analisis kekuatan lingkungan internal adalah dukungan masih banyak orang asli Banyumas yang masih mengingat dongeng Banyumasan, dongeng Banyumasan yang menyimpan nilai moral pada tokoh atau peristiwa, dongeng Banyumasan yang memiliki nilai-nilai budaya sehingga dapat disajikan sebagai pendidikan kearifan lokal terutama bagi anak-anak. Disamping itu, peru diperhatikan pula, ternyata ditemukan beberapa kelemahan lingkungan internal Domba, yaitu kurangnya sumber daya manusia generasi muda yang mengetahui dongeng Banyumasan, minat peserta didik terhadap dongeng lokal, dan promosi kepada pihak Sekolah Dasar yang terkesan sulit.
Beberapa peluang pengembangan bahan ajar Domba (Dongeng Banyumasan), yaitu, para seniman Banyumas dapat berperan sebagai validator bahan ajar, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, kebijakan pemerintah yang mendukung pendidikan kearifan lokal yang dapat mnumbuhkan nilai-nilai positif dalam diri anak-anak, dan kebutuhan bahan ajar bermuatan dongeng yang mampu mendidik anak-anak. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi ancaman antara lain siswa yang tidak berminat untuk membaca dongeng sehingga pendidikan moral yang ingin disampaikan tidak dapat diterima oleh siswa.
“Domba” Sebagai Pembentuk Nilai Moral
Bahan Ajar Dongeng Banyumasan (Domba) memiliki visi yang ditujukan bagi guru maupun siswa SD kelas rendah. Visi tersebut yaitu membantu guru dan memberikan media bagi siswa SD kelas rendah untuk mengapresiasi dongeng dan mengenalkan dongeng khas Banyumasan. Dengan mengapresiasi dongeng siswa dapat mengetahu nilai-nilai yang terkandung dalam setiap cerita dengan rinci.
Pembentukan nilai moral pada diri anak-anak tidak terlepas pada peran guru atau orang tua. Meskipun dalam bahan ajar apresiasi dongeng sudah terdapat nilai moral apa saja yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, namun masih diperlukan peran atau perhatian orang tua secara langsung.
Dongeng Banyumasan digunakan sebagai sarana mengapresiasi dongeng bermuatan budaya Banyumasan karena dalam bahan ajar ini berisi kumpulan dongeng Banyumasan yang meliputi babad atau asal mula dinamakannya suatu daerah, tokoh wayang khas Banyumas, dan mitos-mitos yang ada dan menjadi kekayaan kearifan lokal di Kabupaten Banyumas. Dongeng yang disuguhkan dalam buku Domba dilengkapi dengan penjelasan nilai-nilai yang terkandung dari masing-masing tokoh dan peristiwa yang terjadi sehingga pesan yang disampaikan akan mudah ditangkap siswa SD kelas rendah.
Teori dan teknik di dalam bahan ajar apresiasi dongeng bermuatan budaya Banyumas akan memberikan pengetahuan tentang konsep (teori) dan praktik (tips dan trik) mengapresiasi karya sastra terutama dongeng sehingga dapat menjadi sarana penanaman rasa cinta sastra sejak dini. Penggunaan bahan ajar apresiasi dongeng bermuatan kearifan lokal seperti budaya Banyumas akan memberikan pengetahuan yang nyata tentang budaya Banyumas sehingga dapat meningkatkan pengetahuan budaya dan mehindari keterasingan terhadap lingkungan sekitar sejak usia dini. Bahan ajar apresiasi dongeng Budaya Banyumas didesain untuk menjadi bahan ajar yang sinergis dan saling melengkapi sehingga hasil yang dicapai objek belajar juga jauh lebih baik dibandingkan dengan penggunaan buku kumpulan dongeng lain yang mengangkat dongeng luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar baru Algesindo Offset.
Anggraini, Tutik. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Membacakan Puisi Untuk SD Kelas Rendah. Skripsi. Unnes.
Arikunto, Suharsimi dan Asnah Said, 1999. Materi Pokok Pengembangan Program Muatan Lokal (PPML). Jakarta : Universitas Terbuka.
Burhan, Muhammad. Guru Tak Bisa Mendongeng Ibarat Tubuh Tanpa Kepala. http://www.suaramerdeka.com/harian. ( 9 Juli 2005 ).
Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Graviti.
Depdiknas. 2005. Pedoman Penulisan Buku Pelajaran. Jakarta; Depdiknas.
_______. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta; Depdiknas.
Fitriana, Nurul. 2009. Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Dongeng dengan Menggunakan VCD Dongeng Siswa. Skripsi : Unnes.
Fitriyawan, Efendi. 2010. Peningkatan Keterampilan Menyimpulkan Isi Cerita Anak Menggunakan Metode Kalimat Melalui Media Buku Cerita Bergambar pada Peserta Didik Kelas V SD. Skripsi : Unnes.
Handoyo, Eko. 2008. Sekolah Sebagai Agen Pendidikan Antikorupsi. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasionalyang diselenggarakan oleh POKJA Pendidikan AntiKorupsi Unnes di Semarang, 18 Januari 2007
Hidayat, Amin. 2010. Budaya Banyumas sebagai Sumber Belajar IPS di SMP Kabupaten Banyumas. Tesis : UNS.
Izzati, Rita Eka. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogjakarta. UNY Press.
Kantor Inspeksi Kabupaten Banyumas. 1999. Kurikulum Sekolah Dasar Mata Pelajaran Muatan Lokal Budaya Banyumasan. Banyumas: Kantor Inspeksi Kabupaten Banyumas.
Kurniawan, Heru. 2009. SASTRA ANAK dalam Kajian Strukturalisme, sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogjakarta: Graha Ilmu.
Rizqiyah Nurur. 2009. Pengembangan Media Komik Cerita Anak sebagai Media Pembelajaran Mengapresiasi Cerita anak Siswa Kelas VII SMP. Skripsi: Unnes.
Sugihastuti. 2009. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharianto, S. 2009. Menuju Pembelajaran Sastra yang Apresiatif. Semarang : Bandungan Institute.
Tukiran dan Asep Daud Kosasih. 2007. Tanggapan Guru Sekolah Dasar Terhadap Pelaksanaan Pelajaran Muatan Lokal Budaya Banyumasan di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar, Vol.9 No.2 September 2007.
Wijayanti, Sari Puspita. 2008. Pengembangan Buku Cerita yang Bermuatan Multikultural Bagi Anak Tahap Perkembangan Kognitif Operasional Konkret. Skripsi. Unnes.
0 komentar:
Posting Komentar