Kridalaksana (2009: 259)
Wacana adalah satuan bahasa
terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi
atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh
(novel, buku seri, ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, frase,
bahkan kata yang membawa amanat lengkap.
Wacana dipandang sebagai satuan
bahasa terlengkap, bentuknya bisa berupa karangan utuh, paragraf, kalimat,
frase, bahkan kata yang membawa amanat lengkap. Kridalaksana sudah memberikan
batasan wacana dari satuan bahasa, pokok
bahasan, tapi pada definisi tersebut, Kridalaksana tak menambahkan konsep
konteks.
Wahab (1991:128) wacana adalah organisasi bahasa yang lebih luas
dari kalimat atau klausa.
Wacana dipandang sebagai satuan
bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa. Padahal wacana belum tentu
berwujud rangkaian kalimat. Wacana dapat berupa satuan bahasa bermakna yang
memiliki konteks dan menyampaikan gagasan.
Crystal (1985), wacana berarti rangkaian sinambung kalimat yang
lebih luas daripada kalimat.
Wacana tidak berupa satuan bahasa
yang lebih luas dari kalimat karena wacana terdiri atas satuan bahasa bermakna
yang memiliki konteks dan menyampaikan gagasan.
Kinneavy (dalam Supardo 1988:55), wacana adalah teks yang lengkap
yang disampaikan baik dengan cara lisan maupun tulisan yang tersusun oleh
kalimat yang berkaitan.
Definisi wacana menurut Kinneavy,
wacana terdiri atas satuan bahasa berupa rangkaian kalimat yang saling
berkaitan. Padahal wacana tidak harus berupa rangkaian kalimat, wacana dapat
berupa satuan bahasa bermakna yang memiliki konteks dan mengandung gagasan.
Menurut Alwi dkk (2003: 419) wacana adalah rentetan kalimat yang
berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan
membentuk satu kesatuan. Alwi juga menyatakan bahwa untuk membicarakan sebuah
wacana dibutuhkan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan kalimat.
Definisi wacana menurut Alwi,
wacana hanya tentang hubungan antara proposisi satu dan proposisi lain. Ia juga
berpendapat bahwa wacana terdiri atas sederetan kalimat yang berkaitan padahal
wacana belum tentu terdiri atas kalimat-kalimat. Wacana bisa juga berupa satuan
bahasa bermakna seperti kata yang memiliki konteks serta menyampaikan suatu
gagasan.
Fatimah Djajasudarma (1994:1) mengemukakan bahwa wacana adalah rentetan
kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang
lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar
yang akan melahirkan pernyataan (statement)
dalam bentuk kalimat atau wacana.
Menurut Fatimah, wacana terbentuk
dari serentetan kalimat yang berkaitan satu sama lain dan mengandung
pernyataan. Padahal wacana tidak harus terbentuk dari serentetan kalimat,
wacana dapat terbentuk dari satuan bahasa bermakna (contohnya kata) yang
memiliki konteks dan mengandung gagasan.
I.G.N. Oka dan Suparno (1994:31) menyebutkan wacana adalah satuan bahasa yang
membawa amanat yang lengkap.
Berdasarkan pengertian wacana menurut Oka dan Suparno, wacana terdiri atas
satuan bahasa apa pun yang memiliki amanat atau gagasan. Defines wacana ini
kurang lengkap karena tidak disebutkan konteks, padahal konteks berperan
penting dalam membentuk sebuah wacana. Satuan bahasa bermakna dapat membentuk
wacana bila disertai konteks dan mengandung gagasan.
Jadi, menurut saya wacana
merupakan satuan bahasa bermakna yang disampaikan secara lisan maupun tulisan,
mengandung konteks serta menimbulkan gagasan.
Sumber:
Crystal, David. 1985. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. New York: Basil
Blackwell.
Djajasudarma,
Fatimah. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan antar Unsur. Bandung:
Eresco.
Hasan Alwi,
et.al. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Oka, I.G.D dan
Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Depdikbud.
Supardo, Susilo. 1988. Bahasa Indonesia dalam Konteks. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti,
P2LPTK.
Wahab, Abdul. 1991. “Peranan Analisis Wacana dalam Pengajaran
Keterampilan Bahasa” dalam Isu
Linguistik: Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University
Press.
0 komentar:
Posting Komentar