Frasa, klausa, kalimat tidak secara tiba-tiba
muncul tanpa adanya sarana yang menunjang terwujudnya satuan-satuan tersebut.
Perangkat-perangkat yang menjadi sarana terwujudnya satuan-satuan disebut
dengan alat sintaksis. Ada empat alat sintaksis, yaitu (1) urutan, (2) bentuk
kata, (3) intonasi, dan (4) kata sarana atau kata tugas.
1.
Urutan
Bahasa itu penuh aturan, pola, dan keajekan. Dari
beberapa kecenderungan yang dapat diamati, dapat disimpulkan bahwa kesetiaan
terhadap aturan, pola, dam keajekan itu ada maksudnya. Aturan itu ada agar
bahasa dapat tersaji secara nyawan, berwujud, ringkas, tetapi pesannya dapat
dipahami dengan jelas (Poedjosoedarmo 1998:1). Di antara wujud aturan dalam
bahasa adalah adanya urutan (urutan kata).
Dalam bahasa, urutan kata dapat berperan sebagai
penentu makna gramatika. Urutan yang berbeda menyebabkan satuan itu gramatik
atau tidak, terasa nyaman didengar atau tidak, dan kudah dipahami atau tidak.
Di samping itu, urutan kata juga berpotensi sebagai pembentuk variasi kalimat.
Kenyataan ini dapat diamati dalam kalimat-kalimat berikut.
a.
Johar membacakan saya sebuah puisi.
b.
Saya membacakan Johar sebuah puisi.
c.
Membacakan saya sebuah puisi Johar.
d.
Membacakan Johar sebuah puisi saya.
e.
Johar membacakan sebuah puisi saya.
f.
Saya membacakan sebuah puisi Johar.
g.
Saya membacakan puisi Johar sebuah.
h.
Sebuah Johar membacakan saya puisi.
i.
Sebuah puisi membacakan saya Johar.
j.
Sebuah saya puisi membacakan Johar.
Contoh (a) sampai dengan (f) tersebut menunjukan
bahwa urutan tertentu menyebabkan terwujudnya bentuk-bentuk konstruksi tertentu
pula. Dari beberapa contoh pengurutan konstituen itu, dapat diketahui tidak
terdapatnya satu kalimat pun yang memiliki makna yang sama dengan kalimat
lainnya. Informasi yang dikemukakan bisa jadi sama, tetapi makna yang
dikandungnya tidak ada yang sama. Sementara itu, contoh (g) sampai dengan (j)
menunjukkan bahwa urutan yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidakgramatikalan
sebuah kalimat.
Urutan juga berlaku bagi konstruksi yang berupa
frasa. Contohnya konstruksi frasa-frasa berikut : alim-ulama, suka duka, anak cucu, arif bijaksana yang kesemuanya merupakan
susunan kata yang tidak bisa dibalik urutannya; misalnya menjadi ulama alim, duka suka, cucu anak, dan bijaksana arif.
2.
Intonasi
Intonasi adalah pola perubahan nada yang
dihasilkan pembicara pada waktu mengucapkan ujaran atau bagian-bagiannya
(Kridalaksana 1993:85). Intonasi dapat berupa tekanan, nada, dan tempo (Chaer
1994: 253). Gejala intonasi atau gejala prosodi mempunyai hubungan yang erat
dengan struktur kalimat di samping dengan interrelasi kalimat dalam sebuah
wacana (Halim 1984: 77).
(1)
Edi/mengambilkan/adiknya/air minum.
(2)
Edi/mengambilkan/adiknya air minum.
Dalam mengucapak kostruksi (1) dan (2) gar menjadi
sebuah kalimat yang gramatikal, antara pengucapan adiknya dan air minum perlu
diberikan jeda yang cukup. Dengan demikian pemenggalannya seperti (1), yaitu Edi/mengambilkan/adiknya/air
minum. Kenyataannya akan menjadi lain jika antara konstituen adiknya dan air minum tidak diberi jeda, yaitu akan menjadi Edi/mengambilkan/adiknya air minum.
Intonasi, yang dalam ejaan atau tulisan dinyatakan
secara tidak sempurna terutama dalam contoh (3), dengan tanda baca dan
pemakaian huruf kapital juga dapat menentukan modus sebuah kalimat. Sebuah
kalimat bisa bermodus deklaratif, interogatif, imperative, atau eksklamatif
bergantung kepada intonasi yang dialamatkan kepadanya. Misalnya :
(3)
a. Mas Wahid besok datang ke kampus.
b. Mas Wahid besok datang ke kampus?
c. Mas Wahid, besok datang ke kampus?
d. (Wah), Mas Wahid besok datang ke kampus!
3.
Bentuk
Kata
Dilihat dari bentuknya, dalam bahasa Indonesia
terdapat kata dasar dan kata turunan. Contoh kata dasar ialah muat. Kata turunannya antara lain dimuat dan memuat. Dalam contoh (4) misalnya, jika kata dimuat diubah menjadi memuat,
tentu makna kalimat tersebut menjadi berbeda dengan kalimat asalnya; bahkan
kalimat tersebut menjadi tidak bermakna/berterima.
(4)
Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya dimuat di
Suara Merdeka.
(5)
Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya memuat di
Suara Merdeka.
4.
Kata
Sarana atau Kata Tugas
Pada saat ini istilah kata sarana kurang memasyarakat. Biasanya, istilah yang dikemukakan
oleh Samsuri (1985:42 dan 74) itu dikenal dengan istilah kata tugas atau partikel. Kata
tugas (function word) adalah kata
yang terutama menyatakan hubungan gramatikal, yang tidak dapat dibubuhi afiks,
dan tidak mengandung makna leksikal, antara lain preposisi, konjungsi,
artikula, dan pronominal.
Ciri-ciri kata tugas adalah sebagai berikut: (1)
jumlahnya terbatas, (2) keanggotaannya relatif tertutup, (3) biasanya tidak
mengalami proses morfologis, (4) biasanya tidak memiliki makna leksikal, tetapi
mempunyai makna gramatikal.
1 komentar:
tahun berapa yaa ini diterbit kan ?
Posting Komentar