BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis Pilihan Kata
Penyimpangan
dalam pemilihan kata dapat ditemukan pada cerpen karya Seno Gumira Adji yaitu
“Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”. Dari cerpen tersebut ditemukan pemanfaatan
kosakata yang secara etimologis berasal dari bahasa lain yaitu bahasa Jawa dan
bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan bahasa Belanda.
a. Pemanfaatan
Kata Bahasa Daerah
Dalam cerpen
“Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” terdapat pilihan kata yang diambil dari
kosakata bahasa Jawa, seperti Zus. Kosakata tersebut digunakan untuk menamai
tokoh dalam cerpen tersebut. Nama tokoh seperti itu menyiratkan bahwa pemilik
nama adalah orang yang kebanyakan atau rakyat jelata yang berasal dari desa.
Nama tokoh Zus menunjukkan nama orang desa, sederhana. Tepatnya seorang gadis
indekost yang merantau ke kota untuk bekerja. Sebaliknya pilihan kata seperti
tokoh Pak RT, Ibu Saleha, hansip, para suami, dan ibu-ibu dipakai untuk nama
tokoh yang hidup di perkampungan kota dengan latar belakang masyarakat menengah
ke bawah. Perhatikan kutipan berikut:
Terbayang
di mata Pak RT wajah ibu-ibu sepanjang
gang itu. Wajah wanita-wanita yang sepanjang hari memakai daster, sibuk
bergunjing, dan selalu ada gulungan keriting rambut di kepalanya. Wanita-wanita
yang selalu menggendong anak dan kalau teriak-teriak tidak kira-kira kerasnya,
seperti di sawah saja. Wanita-wanita yang tidak tahu cara hidup selain mencuci
baju dan berharap-harap suatu hari bisa membeli mebel yang besar-besar untuk
ruang tamu mereka yang sempit.
Diksi untuk penamaan
tokoh digunakan untuk menapilkan latar, yaitu latar kota, tepatnya perkampungan
kota. Dengan begitu, terdapat relasi antara tokoh dengan latar sebagaimana
prinsip strukturalisme, yaitu adalanya relasi antarunsur gaya bahasa,
relasional antartokoh, relasional antarlatar dalam cerpen “Dilarang Menyanyi di
Kamar Mandi”.
Pilihan kata
dari kosakata bahasa daerah yang digunakan untuk penamaan tokoh dapat
memertegas tokoh yang berasal dari daerah tertentu dan memertegas latar tempat.
Hal itu berarti bahwa pemakaian kosakata bahasa daerah dapat digunakan sebagai
sarana penokohan dan sarana pelataran.
Dalam cerpen
ini, pilihan kata yang digunakan cenderung apa adanya. Pilihan kata seperti
manggut-manggut dan memamah
dapat memertegas latar cerita dan watak tokoh. Kata-kata itu umumnya dijumpai
di daerah tertentu dengan latar belakang masyarakat pedesaan. Kata-kata
tersebut, dalam cerpen “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” dapat dibaca dalam
kutipan berikut.
“Sabar
Pak, sebentar lagi,” kata hansip.
“Waktunya
selalu tepat pak, tak pernah meleset,” sambung warga yang lain. Pak RT manggut-manggut
dengan bijak. Ia melihat arloji.
…
Pak
RT begitu malu. Saling memandang dengan Ibu Saleha yang wajahnya pun sama-sama
merah padam. Wanita yang parasnya polos itu membasahi bibirnya dengan lidah.
Mulutnya yang lebar bagaikan mengandung tenaga yang begitu dahsyat untuk
memamah apa saja di depannya.
Pak
RT melirik wanita itu dan terkesiap melihat wajah itu tersenyum penuh rasa
maklum. Ia tidak menunggu jawaban Pak RT.
Kehadiran kata manggut-manggut
dalam kalimat tersebut mengandung arti mengangguk. Hal ini dimaksudkan untuk
menggambarkan watak Pak RT sebagai seorang yang bijaksana, dihormati, dan
berpikiran maju. Sebagai salah satu tokoh masyarakat, pribadi Pak RT sangat
menjadi pusat perhatian sehingga segala sesuatunya harus dipikirkan dengan
baik.
Meski begitu
adanya, watak tokoh Pak RT juga tak lekang dari sifat manusiawinya ketika
berhadapan dengan tokoh Zus. Ia mengimajinasikan tokoh Zus sebagai sosok gadis
yang secara biologis dapat mengundang hasrat kelakiannya. Hal itu tersirat
dalam kata denotatif memamah yang artinya memakan. Maksudnya tokoh Zus
ini dapat menarik perhatian kaum lelaki secara biologis.
Dalam cerpen
karya Seno Gumira Adji ini, ditemukan pula kata geger yang digunakan
menggambarkan situasi kehidupan suami-istri yang berada perkampungan kota
dengan latar belakang yang masih sederhana. Hal itu terungkap dalam kutipan
berikut:
Suasana
jagi geger. Hansip berlari kian kemari menenangkan ibu-ibu. Rupa-rupanya
tanpa suara nyanyian dan bunyi byar-byur-byar-byur orang mandi, para
suami tetap bisa membayangkan adegan ranjang dengan wanita bersuara serak-serak
basah dan sexy itu. Sehingga bisa dipastikan kebahagiaan rumah tangga warga
sepanjang gang itu akan terganggu.
Kehadiran
kata geger pada kalimat tersebut berhubungan dengan kata byar-byur-byar-byur
justru memertegas kalimat sebelumnya, yang menggambarkan suasana di rumah
warga. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada relasi antara pemilihan
kata geger dan byar-byur-byar-byur. Selain menimbulkan efek bunyi
juga menyiratkan suasana yang sedang dirasakan oleh para suami. Sekalipun
kejadian tersebut hanya bayangan para suami.
Kata digebuk
ikut hadir dalam cerpen ini, memberikan nuansa peristiwa yang digambarkan oleh
penulis seolah-olah hidup dan nyata. Kata digebuk sebenarnya berasal
dari kata gebuk (Jawa) yang berarti pukul kemudian mendapatkan afiksasi
(di-) sehingga kata digebuk yang dimaksud adalah dipukul. Hal itu
terungkap dalam kutipan berikut:
Pengalamannya
yang panjang sebagai ketua RT membuatnya hafal, segala sesuatu bisa disebut
kebenaran hanya jika dianut orang banyak. Sudah berapa maling digebuk
sampai mati di kampung itu dan tak ada seorangpun yang dituntut ke pengadilan,
karena dianggap memang sudah seharusnya.
Melalui tokoh
Pak RT pilihan kata itu pula dimanfaatkan sebagai sarana ajaran moral bahwa
segala sesuatu hal yang akan kita lakukan harus dipikirkan secara baik-baik.
Jangan merasa paling benar atau seenaknya main hakim sendiri.
b. Pemanfaatan
Kata Bahasa Asing
Kosakata yang
berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan bahasa Belanda dapat
ditemukan dalam cerpen karya Seno Gumira Adji yaitu “Dilarang Menyanyi di Kamar
Mandi”. Bahasa Inggris digunakan sebagaimana tampak dalam kutipan berikut:
Pak
RT pusing tujuh keliling. Bagaimana caranya menertibkan imajinasi? Tapi sebagai
ketua RT yang berpengalaman, ia segera mengambil tindakan. Dalam rapat besar
besok ia memutuskan, agar kampung itu didirikan fitness centre. Pak RT
memutuskan bahwa di fitness centre itu akan diajarkan Senam Kebahagiaan Rumah
Tangga yang wajib diikuti oleh ibu-ibu, supaya bisa membahagiakan suaminya di
tempat tidur. Pak RT juga sudah berpikir-pikir, pembukaan fitness centre
itu kelak, kalau bisa dihadiri Jane Fonda.
Kata fitness centre berasal
dari bahasa Inggris yang berarti pusat kebugaran. Hadir nama tokoh asing yaitu Jane
Fonda semakin menguatkan cerpen tersebut keterkaitannya dengan pusat
kebugaran atau tempat kebugaran yang digambarkan oleh penulis. Secara tersirat juga
dapat digambarkan bahwa penulis mengetahui popularitas sosok Jane Fonda sebagai
salah satu artis Amerika dan guru senam.
Muncul pula kata
sexy atau seksi (dalam ejaan bahasa Indonesia) yang berarti bentuk tubuh
yang ramping atau langsing. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan
imajinasi tokoh para suami yang masih terbayang dengan tokoh Zus. Seorang gadis
indekost yang bisa membuat hasrat kelakian mereka memuncak walaupun melalui
suara nyanyian di kamar mandi.
Ketika Pak RT membuka mata, keningnya sudah
berkeringat. Dengan terkejut dilihatnya warga masyarakat yang tenggelam dalam ekstase
itu mengalami orgasme.
Dari kutipan
tersebut, dapat ditemukan kata ekstase dan orgasme. Kedua kata
ini sebenarnya diserap dari bahasa Inggris yaitu kata ekstase yang
berarti kenikmatan dalam keindahan sedangkan kata orgasme berarti puncak
kenikmatan. Pemakaian kedua kata itu untuk menggambarkan keadaan biologis yang
dialami oleh tokoh cerita.
Selain itu dalam
cerpen ini digunakan kata indekost yang diserap dari bahasa Belanda
yaitu in de kost yang berarti tinggal dan ikut makan di dalam rumah
tempat menumpang. Seiring dengan perkembangan zaman terjadi pergeseran istilah
dari in de kost menjadi kost. Sehingga artinya berubah menjadi
tempat tinggal sementara bagi orang-orang perantauan, termasuk tokoh Zus yang
digambarkan oleh penulis. Hal tersebut tertuang dalam kutipan di bawah ini:
…
Apa Pak RT selama ini buta kalau hampir semua suami di gang ini menjadi dingin
di tempat tidur? Masak gara-gara nyanyian seorang wanita yang indekost
di tempat Ibu Saeha, kehidupan seksual warga masyarakat harus terganggu? Sampai
kapan semua ini berlangsung? Kami ibu-ibu sepanjang gang ini sudah sepakat, dia
harus diusir!
2.2
Analisis Morfologi
Dalam
cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (DMDM) karya Seno Gumira Aji Darma
terdapat penyimpangan dalam bentuk morfologis. Penyimpangan itu dilakukan untuk
tujuan tertentu seperti untuk menimbulkan kesan imajinatif. Seperti pada kata byar-byur-byar-byur yang merupakan tiruan dari bunyi air yang terdengar ketika
seseorang sedang mandi sehingga pemilihan kata byar-byur-byar-byur dapat menimbulkan kesan imajinatif baik dari
sisi audio maupun visual. Pada cerpen “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”
terdapat penyimpangan dalam ranah morfologi, yaitu peniruan bunyi, pemendekan
kata, dan reduplikasi.
a. Peniruan Bunyi
Penggunaan
kata yang menirukan bunyi sebuah benda dapat menimbulkan kesan imajinatif bagi
para pembaca.
…..Lantas byar-byur-byar-byur. Wanita itu
rupa-ruapnya mandi dengan dahsyat sekali. Bunyi gayung menghajar bak mandi
terdengar mantab dan penuh semangat…. (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)
Pilihan
kata byar-byur-byar-byur merupakan
tiruan bunyi air yang diguyur. Pengarang memilih untuk menggunakan onomatope byar-byur-byar-byur karena diksi itu
dinilai lebih mengundang imajinasi bila dibandingkan dengan suara siraman air. Hal serupa juga
terdapat pada kata klst-klst-klst untuk
memberikan imajinasi bunyi sabun yang sedang digosokkan pada kulit.
Sekarang setelah
mendengar sendiri suara yang serak-serak basah itu, Pak RT mesti mengakui suara
itu memang bisa dianggap seksi dengan gambaran umum mengenai suara yang seksi.
Meski begitu pak RT juga tahu bahwa seseorang tidak harus membayangkan
pergumulan di ranjang mendengar nyanyian dari kamar mandi itu, walaupun
ditambah dengan bunyi byar-byur-byar-byur,
serta klst-klst-klst bunyi sabun
menggosok kulit. (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)
Selain
itu, pengarang juga menggunakan diksi jebar-jebur
untuk menggambarkan cepuk air. Maksud tersirat dari onomatope yang dipilih
oleh pengarang adalah untuk membangkitkan gairah dan imajinasi pembaca mengenai
adegan si tokoh yang sedang mandi. Pada cerpen, pengarang menceritakan
laki-laki yang begitu terimajinasi dengan suara perempuan yang sedang mandi. Begitu
juga dengan pengarang yang ingin membangkitkan imajinasi para pembaca.
”Ooo itu lain
sekali pak. Mereka tidak menyanyikannya di kamar mandi dengan iringan bunyi jebar-jebur. Tidak ada bunyi resluiting,
tidak ada bunyi sabun menggosok kulit, tidak ada bunyi karet celana dalam.
Nyanyian dikamar mandi yang ini berbahaya, karena ada unsur telanjangnya Pak!
Porno! Pokoknya kalau Pak RT tidak mengambil tindakan, kami sendiri yang akan
beramai-ramai melabraknya!” (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)
b. Pemendekan Kata
Pemendekan
kata dilakukan dengan cara menghilangkan imbuhan. Penghilangan imbuhan ini
banyak dilakukan oleh pengarang untuk memperlancar ucapan. Pada cerpen,
pemendekan kata sering digunakan dalam dialog yang dilakukan pelaku agar
ucapannya lebih singkat, akibatnya cerita menjadi lancar.
”Waktunya selalu
tepat pak, tak pernah meleset,”
sambung warga yang lain. (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)
Kalimat
diatas semestinya tidak pernah meleset. Namun,
bila kalimatnya seperti itu, ucapannya menjadi tidak cocok dengan suasana.
Selain terkesan sangat baku, penggunaan kata tidak dinilai kurang komunikatif.
Penyingkatan
bukan menjadi kan justru mampu menghidupkan suasana yang menimbulkan rasa
menasaran antarorang yang sedang berdialog penggunaan kata bukan dinilai sangat formal dan kurang sesuai bila diterapkan dalam
perbincangan santai di masyarakat. Hal itu tampak pada kutipan berikut.
”Betul kan pak, suaranya seksi sekali ?”
”ya.”
“Betul kan Pak, suaranya menimbulkan imajinasi
yang tidak-tidak?”
”Ya.”
”Betul kan Pak nyanyian di kamar mandi itu
meresahkan masyarakat?”
”Boleh jadi.”
”Lho, ini sudah
bukan boleh jadi lagi Pak, sudah terjadi! Apa kejadian kemarin belum cukup?”
(Dilarang
Menyanyi di Kamar Mandi)
c. Reduplikasi
Penggunaan
reduplikasi atau bentuk ulang juga tampak pada cerpen “Dilarang Menyanyi di
Kamar Mandi”. Gabungan kata tersebut menyatakan hal yang terjadi
berulang-ulang. Hal tersebut ada pada kata manggut-manggut
yang seharusnya ditulis menganggut-anggut
atau kegiatan mengagguk yang dilakukan
berulang-ulang. Mungkin pengarang lebih memilih menggunakan diksi yang lebih
dikenal oleh pembaca dan tidak terkesan terlalu formal.
Pak RT manggut-manggut dengan bijak. Ia melihat
arloji. (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)
0 komentar:
Posting Komentar