Sabtu, 03 November 2012

Tinjauan Psikologi Sastra Tokoh Nita pada Novel Pintu Mulai Terbuka Karya Mira. W

Ringkasan Pintu Mulai Terbuka

Mulanya keluarga Haris adalah keluarga yang harmonis, tapi tidak semenjak kehadiran Hera di kantornya. Haris memiliki seorang istri bernama Widya yang cantik dan penurut serta memiliki dua orang anak perempuan bernama Reni dan Astri. Dulu waktu haris masih miskin, Widyalah yang berhutang pada orang tuanya untuk modal usaha Haris. Rupanya usaha Haris berkembang pesat dalam waktu yang relatif singkat. Saking sibuknya Haris, ia sampai jarang pulang ke rumah, dan di kantornyalah ia bertemu Hera yang menjadi pelampiasan cintanya.
Perselingkuhan Haris dan Hera rupanya berlanjut sampai mereka memiliki seorang anak perempuan yang cantik bernama Nita. Setelah beberapa tahun berlalu, Widya pun mengetahui ulah suaminya. Waktu itu Hera sedang sakit keras, akhirnya ia pun meninggal. Tak tega terhadap Nita, Haris pun memohon pada Widya untuk menjadi ibu bagi Nita. Widya yang sangat sakit hati tentu saja tak mau menerima permintaan Haris. Namun, mau bagaimana lagi, jika ia tak mau menerima Nita maka Haris akan menceraikannya dan bagaimana nasib anak-anak mereka?
Widya pun menerima Nita sebagai anaknya. Namun yang terjadi ia tak pernah memperlakukan Nita seperti anak kandungnya, mungkin prinsip Widya saat itu adalah tiada hari tanpa menyiksa Nita. Apapun yang dilakukan Nita selalu salah di mata Widya. Melihat adik tirinya diperlakukan tidak adil, Astri selalu tidak terima. Sekeras apapun Astri membela Nita tetaplah tidak ada gunanya, toh hati Widya sudah terlanjur benci apalagi jika ia melihat Nita, ia selalu teringat Hera.
Suatu hari kondisi tubuh Widya mendadak menurun drastis, ia mesti dilarikan ke rumah sakit. Usut punya usut ternyata Widya salah meminum obat dan Astrilah yang dicurigai sebagai orang yang menukar obat Widya. Setelah itu sikap Widya pada Nita pun mulai berubah, ia menjadi lebih lembut. Namun, beberapa waktu kemudian Widya kembali mendapatkan celaka, ia terjatuh dari tangga. Lagi-lagi Astrilah yang dicurigai mencelakai ibunya. Astri pun dianggap memiliki kelainan mental. Ia diperlakukan seperti orang gila, hal itu membuat Astri depresi dan akhirnya ia mengalami trauma psikologis. Padahal yang mencelakai Widya selama ini adalah Nita, karena ia memiliki kepribadian ganda.
Setelah kondisi Widya agak membaik, ia berencana untuk mengobrol dengan Astri di pinggir kolam renang. Astri yang sedang mengalami depresi itu rupanya hanya akan tenang apabila berada di sisi Nita. Ternyata Widya sudah curiga bahwa orang yang selama ini menyakitinya bukanlah Astri tapi Nita. Mendengar ucapan Widya, Nita pun murka, ia mendorong Widya yang masih lumpuh ke dalam kolam renang. Widya pun meninggal.
Nita rupanya sangat pandai berakting. Di hadapan polisi dan semua orang ia memiliki seribu alasan. Tapi sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Akhirnya ada seorang psikiater yang mencurigai sikap Nita, dan ia menyatakannya pada Haris. Haris yang sedang sangat terpukul dan menyesali segala perbuatannya pun makin terpuruk. Ia tidak sanggup lagi dengan keadaannya saat ini, istrinya yang meninggal, anaknya yang dianggap gila apalagi ditambah kejadian ini. Ketika Haris sedang mengemudikan mobilnya bersama Nita, ia menabrakan diri pada pohon, Haris meninggal seketika, tapi tidak dengan Nita. Nita mengalami koma yang sangat lama, ketika Astri mengunjunginya, Nita baru bisa meninggal. 


Tinjauan Psikologi Sastra Tokoh Nita pada Novel Pintu Mulai Terbuka Karya Mira. W

Dalam novel “Pintu Mulai Terbuka”, Nita adalah tokoh yang cukup berpengaruh dalam novel “Pintu Mulai Terbuka” karya Mira W. Nita merupakan anak hasil perselingkuhan Haris, ayah Nita dengan seorang karyawan di kantornya yang bernama Hera. Nita mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari Widya, ibu tirinya semenjak ia kecil sampai beranjak remaja. Penyiksaan yang dilakukan secara terus-menerus itulah yang membuatnya mengalami gangguan psikologis.
Nita dianggap sebagai tokoh yang cukup sentral karena ia diiibaratkan seperti simbol kausalitas dari berbagai peristiwa yang terjadi. Nita diumpamakan seperti buah yang diunduh dari berbagai kejadian yang dilakukan oleh Haris, Widya, dan Hera. Bermula dari perselingkuhan Haris dan Hera yang membuat Hera melahirkan Nita. Oleh karena Hera meninggal, Nita terpaksa dirawat oleh Widya. Setiap kali ia melihat Nita, Widya seolah melihat bayang-bayang Hera yang membuatnya ingin selalu balas dendam. Rupanya perlakuan Widya pada Nita telah membentuk karakter yang berbeda pada Nita. Dia menjadi anak yang memiliki kepribadian ganda, hingga akhirnya Nita tega membunuh Widya.
Peristiwa pembunuhan yang dilakukan Nita dijalankannya dengan sangat rapi, bahkan untuk remaja berusia 13 tahun. Di sisi lain, Nita sangat disayangi oleh Astri kakak tirinya. Hal itu membuat Nita selalu berlindung di bawah ketiak Astri karena ketika Nita disiksa oleh ibu tirinya, Astrilah yang selalu datang untuk membelanya. Rupanya hal tersebut memberi dampak tersendiri. Astri adalah korban dari segala tuduhan atas kejahatan yang dilakukan Nita. Jadi boleh dikatakan bahwa Nita menganggap bahwa ia memiliki seseorang yang dianggap superhero baginya sehingga ia pantas melemparkan segala kejahatannya pada orang tersebut.
Nita memang seorang anak yang cantik, manis, pintar, dan polos membuat hampir semua orang menyukainya, tentu saja kecuali Widya. Perwatakan Nita yang misterius dan dibungkus dengan sikap manisnya dihadapan semua orang menjadikannya menarik untuk dianalisis berdasarkan kajian psikologi sastra. Secara kategori, sastra memang berbeda dengan psikologi karena sastra berhubungan dengan seni (art), sedangkan psikologi merujuk pada perilaku manusia dan proses mental. Keduanya memiliki titik temu yang sama yakni berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Tentang manusia sebagai sumber kajian, psikologi terlibat erat karena psikologi mempelajari perilaku.
Karya sastra juga berkaitan dengan gejala khas manusia. Gejala ini melahirkan bidang kajian lintas disiplin. Kaitan karya sastra dengan masyarakat, misalnya, dipelajari oleh cabang kajian sosiologi sastra, hubungan karya sastra dengan gejala jiwa dipelajari oleh psikologi sastra (Rosidi, 2007: 3). Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Perbedaannya adalah bahwa gejala kejiwaan yang terdapat dalam sastra adalah gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia-manusia riil (Aminuddin, 1990:93 ).


0 komentar:

Posting Komentar