Rabu, 19 Maret 2014

Contoh Dialog Supervisi Klinis



KELUHAN KLIEN KEPADA SUPERVISOR DI SMP

Selamat siang Bu Ruti, perkenalkan saya Meina, guru Bahasa Indonesia SMP. Saya sudah menjadi guru selama tujuh tahun. Saya memiliki keluhan mengenai pembelajaran di sekolah tersebut Bu. Permasalahan itu terkait dengan kemampuan mengajar saya, yang meliputi: hasil belajar siswa yang kurang memuaskan, cara memotivasi siswa, dan cara memberikan apresiasi siswa.
Berikut beberapa hal yang saya keluhkan, Bu.
1)      Ketika saya melakukan analisis terhadap hasil ulangan siswa, saya menemukan hal yang sama dari tahun ke tahun. Rata-rata siswa mengalami kesulitan pada materi yang sama. Kebanyakan siswa tidak bisa menjawab dengan jawaban yang tepat pada materi itu-itu saja. Misalnya, pada kompetensi dasar mementukan ide pokok paragraf. Saya sebagai guru sudah memberikan porsi waktu yang “lebih banyak” pada kompetensi tersebut. Hal ini disebabkan dari tahun ke tahun nilai siswa pada materi itu kurang memuaskan. Selain melakukan upaya penambahan alokasi waktu, saya juga sudah memberikan latihan yang lebih banyak pada mereka. Pertanyaannya, apakah gurunya yang salah? Materinya yang terlalu sulit? Atau evaluasinya yang sulit? Lalu apa yang harus saya lakukan Bu?
2)      Permasalahan berikutnya yaitu tentang keberanian dan motivasi siswa untuk berpartisi aktif dalam pembelajaran. Tidak semua siswa memiliki inisiatif untuk aktif, terutama pada pembelajaran berbicara, padahal saya sudah memberikan motivasi. Kebanyakan siswa berkenan berbicara hanya jika ditunjuk. Misalnya, pada saat pembelajaran berbicara pada kompetensi menceritakan pengalaman pribadi, untuk mencari siswa yang bersedia menjadi model pun sangat sulit padahal sejatinya mereka memiliki pengalaman pribadi. Mengapa bisa terjadi hal seperti itu? Apakah karena malu? Atau merasa tidak bisa? Apa yang harus saya perbuat?
3)      Permasalahan yang terakhir tentang cara memberikan apresiasi kepada siswa yang berprestasi atau menjawab pertanyaan dengan baik. Hal yang saya takutkan, apresisasi tersebut membuat siswa yang lain iri. Contoh konkretnya, ketika saya memuji siswa yang mendapatkan nilai 100, saya takut pujian saya membuat siswa yang lain iri atau berpikir, “Dia dapat nilai 100 kan karena dia pandai, lah saya kan biasa saja.” Bisa juga siswa lantas berpikir, “Kok Ibu Guru memuji yang dapat nilai 100 sebagai anak yang cerdas sih, saya yang tidak dapat 100 berarti bodoh?” Nah, kalau kasusnya seperti itu bagaimana solusinya Bu Ruti?


Jawaban
Selamat siang Bu Meina, terima kasih sudah menceritakan permasalahannya kepada saya. Oleh karena itu, mari kita diskusikan bersama-sama.
1)        Permasalahan pertama memang banyak dijumpai oleh guru-guru, hal tersebut berkaitan dengan tingkat kesulitan soal, materi, dan cara pembelajaran. Sebelumnya, saya ingin menanyakan beberapa hal :
a.       Apakah Ibu sudah pernah mengubah jenis soal pada materi tersebut? (informasi yang saya dapatkan, Ibu sudah mengajar bertahun-tahun dan menemukan hal yang sama).
b.      Coba Ibu amati kembali Kompetensi Dasar pembelajaran teresebut lalu Ibu melakukan refleksi diri mengenai beberapa hal : (1) perumusan indikator, (2) pengembangan materi pembelajaran, (3) model pembelajaran, apakah sudah menyenangkan untuk siswa?
c.       Apakah Ibu sudah pernah melakukan tindakan remedial? Lalu pertanyaan yang Ibu berikan pada kegiatan tersebut, sudahkah memiliki tingkat kesukaran yang lebih rendah?

2)        Permasalahan kedua, adalah permasalahan yang sudah lazim terjadi, terutama pada pembelajaran berbicara. Siswa yang tidak berpartisi aktif bisa jadi karena beberapa hal, yaitu : (a) tidak diberi kesempatan, (b) takut salah, (c) pembelajaran tidak menarik sehingga siswa kurang termotivasi.
Ibu Meina, bagaimana pembelajaran yang Ibu berikan saat ini? Bagaimana cara Ibu memotivasi siswa? Karakteristik orang Indonesia, mereka sangat suka mendengarkan cerita, atau bermain-main. Siswa akan lebih rileks bila pembelajaran disuguhkan dengan cara yang kreatif, menyenangkan, dan ringan. Apakah Ibu pernah memberikan permainan kepada siswa, lalu siswa tersebut bertugas untuk maju dan berbicara di depan teman-temannya? Mungkin dengan melakukan permainan, secara tidak sadar siswa akan termotivasi karena mindsetnya adalah bermain, bukan sedang belajar.

3)        Permasalahan yang terakhir ini cukup jarang ditanyakan oleh guru-guru. Terima kasih Bu Meina. Berhati-hatilah para guru dalam memberikan apresiasi. Ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi pada kasus tersebut.
a.       Kemungkinan yang pertama, apresiasi yang tepat dapat membuat siswa semakin termotivasi. Hal ini menggunakan prinsip reward, bukan punishment. Hal itu membuat siswa “berlomba-lomba” untuk menjadi yang terbaik.
b.      Kemungkinan kedua, apresiasi yang kurang tepat justru membuat siswa yang lain merasa “minder”. Guru sebaiknya berhati-hati. Guru dapat memberikan apresiasi atas “pekerjaan siswa”, bukan atas kecerdasan siswa. Bisa jadi, pernyataan , “Bagus Nak, jawaban kamu tepat, kamu pasti sudah berusaha.” Lebih baik dari pada “Kamu memang cerdas, jawabannya tepat.” Bagaimana Bu Meina?

0 komentar:

Posting Komentar