Rabu, 05 Februari 2014

Alat-Alat Sintaktis

Frasa, klausa, kalimat tidak secara tiba-tiba muncul tanpa adanya sarana yang menunjang terwujudnya satuan-satuan tersebut. Perangkat-perangkat yang menjadi sarana terwujudnya satuan-satuan disebut dengan alat sintaksis. Ada empat alat sintaksis, yaitu (1) urutan, (2) bentuk kata, (3) intonasi, dan (4) kata sarana atau kata tugas.

1.         Urutan
Bahasa itu penuh aturan, pola, dan keajekan. Dari beberapa kecenderungan yang dapat diamati, dapat disimpulkan bahwa kesetiaan terhadap aturan, pola, dam keajekan itu ada maksudnya. Aturan itu ada agar bahasa dapat tersaji secara nyawan, berwujud, ringkas, tetapi pesannya dapat dipahami dengan jelas (Poedjosoedarmo 1998:1). Di antara wujud aturan dalam bahasa adalah adanya urutan (urutan kata).
Dalam bahasa, urutan kata dapat berperan sebagai penentu makna gramatika. Urutan yang berbeda menyebabkan satuan itu gramatik atau tidak, terasa nyaman didengar atau tidak, dan kudah dipahami atau tidak. Di samping itu, urutan kata juga berpotensi sebagai pembentuk variasi kalimat. Kenyataan ini dapat diamati dalam kalimat-kalimat berikut.
a.       Johar membacakan saya sebuah puisi.
b.      Saya membacakan Johar sebuah puisi.
c.       Membacakan saya sebuah puisi Johar.
d.      Membacakan Johar sebuah puisi saya.
e.      Johar membacakan sebuah puisi saya.
f.        Saya membacakan sebuah puisi Johar.
g.       Saya membacakan puisi Johar sebuah.
h.      Sebuah Johar membacakan saya puisi.
i.         Sebuah puisi membacakan saya Johar.
j.        Sebuah saya puisi membacakan Johar.
Contoh (a) sampai dengan (f) tersebut menunjukan bahwa urutan tertentu menyebabkan terwujudnya bentuk-bentuk konstruksi tertentu pula. Dari beberapa contoh pengurutan konstituen itu, dapat diketahui tidak terdapatnya satu kalimat pun yang memiliki makna yang sama dengan kalimat lainnya. Informasi yang dikemukakan bisa jadi sama, tetapi makna yang dikandungnya tidak ada yang sama. Sementara itu, contoh (g) sampai dengan (j) menunjukkan bahwa urutan yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidakgramatikalan sebuah kalimat.
Urutan juga berlaku bagi konstruksi yang berupa frasa. Contohnya konstruksi frasa-frasa berikut : alim-ulama, suka duka, anak cucu, arif bijaksana yang kesemuanya merupakan susunan kata yang tidak bisa dibalik urutannya; misalnya menjadi ulama alim, duka suka, cucu anak, dan bijaksana arif.

2.         Intonasi
Intonasi adalah pola perubahan nada yang dihasilkan pembicara pada waktu mengucapkan ujaran atau bagian-bagiannya (Kridalaksana 1993:85). Intonasi dapat berupa tekanan, nada, dan tempo (Chaer 1994: 253). Gejala intonasi atau gejala prosodi mempunyai hubungan yang erat dengan struktur kalimat di samping dengan interrelasi kalimat dalam sebuah wacana (Halim 1984: 77).
(1)    Edi/mengambilkan/adiknya/air minum.
(2)    Edi/mengambilkan/adiknya air minum.
Dalam mengucapak kostruksi (1) dan (2) gar menjadi sebuah kalimat yang gramatikal, antara pengucapan adiknya dan air minum perlu diberikan jeda yang cukup. Dengan demikian pemenggalannya seperti (1), yaitu Edi/mengambilkan/adiknya/air minum. Kenyataannya akan menjadi lain jika antara konstituen adiknya dan air minum tidak diberi jeda, yaitu akan menjadi Edi/mengambilkan/adiknya air minum.
Intonasi, yang dalam ejaan atau tulisan dinyatakan secara tidak sempurna terutama dalam contoh (3), dengan tanda baca dan pemakaian huruf kapital juga dapat menentukan modus sebuah kalimat. Sebuah kalimat bisa bermodus deklaratif, interogatif, imperative, atau eksklamatif bergantung kepada intonasi yang dialamatkan kepadanya. Misalnya :
(3)    a. Mas Wahid besok datang ke kampus.
b. Mas Wahid besok datang ke kampus?
c. Mas Wahid, besok datang ke kampus?
d. (Wah), Mas Wahid besok datang ke kampus!

3.         Bentuk Kata
Dilihat dari bentuknya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata dasar dan kata turunan. Contoh kata dasar ialah muat. Kata turunannya antara lain dimuat dan memuat. Dalam contoh (4) misalnya, jika kata dimuat diubah menjadi memuat, tentu makna kalimat tersebut menjadi berbeda dengan kalimat asalnya; bahkan kalimat tersebut menjadi tidak bermakna/berterima.
(4)    Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya dimuat di Suara Merdeka.
(5)    Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya memuat di Suara Merdeka.

4.         Kata Sarana atau Kata Tugas
Pada saat ini istilah kata sarana kurang memasyarakat. Biasanya, istilah yang dikemukakan oleh Samsuri (1985:42 dan 74) itu dikenal dengan istilah kata tugas atau partikel. Kata tugas (function word) adalah kata yang terutama menyatakan hubungan gramatikal, yang tidak dapat dibubuhi afiks, dan tidak mengandung makna leksikal, antara lain preposisi, konjungsi, artikula, dan pronominal.
Ciri-ciri kata tugas adalah sebagai berikut: (1) jumlahnya terbatas, (2) keanggotaannya relatif tertutup, (3) biasanya tidak mengalami proses morfologis, (4) biasanya tidak memiliki makna leksikal, tetapi mempunyai makna gramatikal.


1 komentar:

tahun berapa yaa ini diterbit kan ?

Posting Komentar