Rabu, 05 Februari 2014

KAJIAN STILISTIKA: GAYA KATA DALAM CERPEN “DILARANG MENYANYI DI KAMAR MANDI” KARYA SENO GUMIRA ADJIDARMA

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analisis Pilihan Kata
Penyimpangan dalam pemilihan kata dapat ditemukan pada cerpen karya Seno Gumira Adji yaitu “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”. Dari cerpen tersebut ditemukan pemanfaatan kosakata yang secara etimologis berasal dari bahasa lain yaitu bahasa Jawa dan bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan bahasa Belanda.
a.       Pemanfaatan Kata Bahasa Daerah
Dalam cerpen “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” terdapat pilihan kata yang diambil dari kosakata bahasa Jawa, seperti Zus. Kosakata tersebut digunakan untuk menamai tokoh dalam cerpen tersebut. Nama tokoh seperti itu menyiratkan bahwa pemilik nama adalah orang yang kebanyakan atau rakyat jelata yang berasal dari desa. Nama tokoh Zus menunjukkan nama orang desa, sederhana. Tepatnya seorang gadis indekost yang merantau ke kota untuk bekerja. Sebaliknya pilihan kata seperti tokoh Pak RT, Ibu Saleha, hansip, para suami, dan ibu-ibu dipakai untuk nama tokoh yang hidup di perkampungan kota dengan latar belakang masyarakat menengah ke bawah. Perhatikan kutipan berikut:
Terbayang di mata Pak RT  wajah ibu-ibu sepanjang gang itu. Wajah wanita-wanita yang sepanjang hari memakai daster, sibuk bergunjing, dan selalu ada gulungan keriting rambut di kepalanya. Wanita-wanita yang selalu menggendong anak dan kalau teriak-teriak tidak kira-kira kerasnya, seperti di sawah saja. Wanita-wanita yang tidak tahu cara hidup selain mencuci baju dan berharap-harap suatu hari bisa membeli mebel yang besar-besar untuk ruang tamu mereka yang sempit.

Diksi untuk penamaan tokoh digunakan untuk menapilkan latar, yaitu latar kota, tepatnya perkampungan kota. Dengan begitu, terdapat relasi antara tokoh dengan latar sebagaimana prinsip strukturalisme, yaitu adalanya relasi antarunsur gaya bahasa, relasional antartokoh, relasional antarlatar dalam cerpen “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”.
Pilihan kata dari kosakata bahasa daerah yang digunakan untuk penamaan tokoh dapat memertegas tokoh yang berasal dari daerah tertentu dan memertegas latar tempat. Hal itu berarti bahwa pemakaian kosakata bahasa daerah dapat digunakan sebagai sarana penokohan dan sarana pelataran.
Dalam cerpen ini, pilihan kata yang digunakan cenderung apa adanya. Pilihan kata seperti manggut-manggut  dan memamah dapat memertegas latar cerita dan watak tokoh. Kata-kata itu umumnya dijumpai di daerah tertentu dengan latar belakang masyarakat pedesaan. Kata-kata tersebut, dalam cerpen “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” dapat dibaca dalam kutipan berikut.
“Sabar Pak, sebentar lagi,” kata hansip.
“Waktunya selalu tepat pak, tak pernah meleset,” sambung warga yang lain. Pak RT manggut-manggut dengan bijak. Ia melihat arloji.
Pak RT begitu malu. Saling memandang dengan Ibu Saleha yang wajahnya pun sama-sama merah padam. Wanita yang parasnya polos itu membasahi bibirnya dengan lidah. Mulutnya yang lebar bagaikan mengandung tenaga yang begitu dahsyat untuk memamah apa saja di depannya.
Pak RT melirik wanita itu dan terkesiap melihat wajah itu tersenyum penuh rasa maklum. Ia tidak menunggu jawaban Pak RT.

Kehadiran kata manggut-manggut dalam kalimat tersebut mengandung arti mengangguk. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan watak Pak RT sebagai seorang yang bijaksana, dihormati, dan berpikiran maju. Sebagai salah satu tokoh masyarakat, pribadi Pak RT sangat menjadi pusat perhatian sehingga segala sesuatunya harus dipikirkan dengan baik.
Meski begitu adanya, watak tokoh Pak RT juga tak lekang dari sifat manusiawinya ketika berhadapan dengan tokoh Zus. Ia mengimajinasikan tokoh Zus sebagai sosok gadis yang secara biologis dapat mengundang hasrat kelakiannya. Hal itu tersirat dalam kata denotatif memamah yang artinya memakan. Maksudnya tokoh Zus ini dapat menarik perhatian kaum lelaki secara biologis.
Dalam cerpen karya Seno Gumira Adji ini, ditemukan pula kata geger yang digunakan menggambarkan situasi kehidupan suami-istri yang berada perkampungan kota dengan latar belakang yang masih sederhana. Hal itu terungkap dalam kutipan berikut:
Suasana jagi geger. Hansip berlari kian kemari menenangkan ibu-ibu. Rupa-rupanya tanpa suara nyanyian dan bunyi byar-byur-byar-byur orang mandi, para suami tetap bisa membayangkan adegan ranjang dengan wanita bersuara serak-serak basah dan sexy itu. Sehingga bisa dipastikan kebahagiaan rumah tangga warga sepanjang gang itu akan terganggu.

Kehadiran kata geger pada kalimat tersebut berhubungan dengan kata byar-byur-byar-byur justru memertegas kalimat sebelumnya, yang menggambarkan suasana di rumah warga. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada relasi antara pemilihan kata geger dan byar-byur-byar-byur. Selain menimbulkan efek bunyi juga menyiratkan suasana yang sedang dirasakan oleh para suami. Sekalipun kejadian tersebut hanya bayangan para suami.
Kata digebuk ikut hadir dalam cerpen ini, memberikan nuansa peristiwa yang digambarkan oleh penulis seolah-olah hidup dan nyata. Kata digebuk sebenarnya berasal dari kata gebuk (Jawa) yang berarti pukul kemudian mendapatkan afiksasi (di-) sehingga kata digebuk yang dimaksud adalah dipukul. Hal itu terungkap dalam kutipan berikut:
Pengalamannya yang panjang sebagai ketua RT membuatnya hafal, segala sesuatu bisa disebut kebenaran hanya jika dianut orang banyak. Sudah berapa maling digebuk sampai mati di kampung itu dan tak ada seorangpun yang dituntut ke pengadilan, karena dianggap memang sudah seharusnya.

Melalui tokoh Pak RT pilihan kata itu pula dimanfaatkan sebagai sarana ajaran moral bahwa segala sesuatu hal yang akan kita lakukan harus dipikirkan secara baik-baik. Jangan merasa paling benar atau seenaknya main hakim sendiri.

b.      Pemanfaatan Kata Bahasa Asing
Kosakata yang berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan bahasa Belanda dapat ditemukan dalam cerpen karya Seno Gumira Adji yaitu “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”. Bahasa Inggris digunakan sebagaimana tampak dalam kutipan berikut:
Pak RT pusing tujuh keliling. Bagaimana caranya menertibkan imajinasi? Tapi sebagai ketua RT yang berpengalaman, ia segera mengambil tindakan. Dalam rapat besar besok ia memutuskan, agar kampung itu didirikan fitness centre. Pak RT memutuskan bahwa di fitness centre itu akan diajarkan Senam Kebahagiaan Rumah Tangga yang wajib diikuti oleh ibu-ibu, supaya bisa membahagiakan suaminya di tempat tidur. Pak RT juga sudah berpikir-pikir, pembukaan fitness centre itu kelak, kalau bisa dihadiri Jane Fonda.

Kata fitness centre berasal dari bahasa Inggris yang berarti pusat kebugaran. Hadir nama tokoh asing yaitu Jane Fonda semakin menguatkan cerpen tersebut keterkaitannya dengan pusat kebugaran atau tempat kebugaran yang digambarkan oleh penulis. Secara tersirat juga dapat digambarkan bahwa penulis mengetahui popularitas sosok Jane Fonda sebagai salah satu artis Amerika dan guru senam.
Muncul pula kata sexy atau seksi (dalam ejaan bahasa Indonesia) yang berarti bentuk tubuh yang ramping atau langsing. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan imajinasi tokoh para suami yang masih terbayang dengan tokoh Zus. Seorang gadis indekost yang bisa membuat hasrat kelakian mereka memuncak walaupun melalui suara nyanyian di kamar mandi.
Ketika Pak RT membuka mata, keningnya sudah berkeringat. Dengan terkejut dilihatnya warga masyarakat yang tenggelam dalam ekstase itu mengalami orgasme.

Dari kutipan tersebut, dapat ditemukan kata ekstase dan orgasme. Kedua kata ini sebenarnya diserap dari bahasa Inggris yaitu kata ekstase yang berarti kenikmatan dalam keindahan sedangkan kata orgasme berarti puncak kenikmatan. Pemakaian kedua kata itu untuk menggambarkan keadaan biologis yang dialami oleh tokoh cerita.
Selain itu dalam cerpen ini digunakan kata indekost yang diserap dari bahasa Belanda yaitu in de kost yang berarti tinggal dan ikut makan di dalam rumah tempat menumpang. Seiring dengan perkembangan zaman terjadi pergeseran istilah dari in de kost menjadi kost. Sehingga artinya berubah menjadi tempat tinggal sementara bagi orang-orang perantauan, termasuk tokoh Zus yang digambarkan oleh penulis. Hal tersebut tertuang dalam kutipan di bawah ini:
… Apa Pak RT selama ini buta kalau hampir semua suami di gang ini menjadi dingin di tempat tidur? Masak gara-gara nyanyian seorang wanita yang indekost di tempat Ibu Saeha, kehidupan seksual warga masyarakat harus terganggu? Sampai kapan semua ini berlangsung? Kami ibu-ibu sepanjang gang ini sudah sepakat, dia harus diusir!

2.2 Analisis Morfologi
Dalam cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (DMDM) karya Seno Gumira Aji Darma terdapat penyimpangan dalam bentuk morfologis. Penyimpangan itu dilakukan untuk tujuan tertentu seperti untuk menimbulkan kesan imajinatif. Seperti pada kata byar-byur-byar-byur yang merupakan tiruan dari bunyi air yang terdengar ketika seseorang sedang mandi sehingga pemilihan kata byar-byur-byar-byur dapat menimbulkan kesan imajinatif baik dari sisi audio maupun visual. Pada cerpen “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” terdapat penyimpangan dalam ranah morfologi, yaitu peniruan bunyi, pemendekan kata, dan reduplikasi.

a. Peniruan Bunyi
Penggunaan kata yang menirukan bunyi sebuah benda dapat menimbulkan kesan imajinatif bagi para pembaca.
…..Lantas byar-byur-byar-byur. Wanita itu rupa-ruapnya mandi dengan dahsyat sekali. Bunyi gayung menghajar bak mandi terdengar mantab dan penuh semangat…. (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)

Pilihan kata byar-byur-byar-byur merupakan tiruan bunyi air yang diguyur. Pengarang memilih untuk menggunakan onomatope byar-byur-byar-byur karena diksi itu dinilai lebih mengundang imajinasi bila dibandingkan dengan suara siraman air. Hal serupa juga terdapat pada kata klst-klst-klst untuk memberikan imajinasi bunyi sabun yang sedang digosokkan pada kulit.
Sekarang setelah mendengar sendiri suara yang serak-serak basah itu, Pak RT mesti mengakui suara itu memang bisa dianggap seksi dengan gambaran umum mengenai suara yang seksi. Meski begitu pak RT juga tahu bahwa seseorang tidak harus membayangkan pergumulan di ranjang mendengar nyanyian dari kamar mandi itu, walaupun ditambah dengan bunyi byar-byur-byar-byur, serta klst-klst-klst bunyi sabun menggosok kulit. (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)

Selain itu, pengarang juga menggunakan diksi jebar-jebur untuk menggambarkan cepuk air. Maksud tersirat dari onomatope yang dipilih oleh pengarang adalah untuk membangkitkan gairah dan imajinasi pembaca mengenai adegan si tokoh yang sedang mandi. Pada cerpen, pengarang menceritakan laki-laki yang begitu terimajinasi dengan suara perempuan yang sedang mandi. Begitu juga dengan pengarang yang ingin membangkitkan imajinasi para pembaca.
”Ooo itu lain sekali pak. Mereka tidak menyanyikannya di kamar mandi dengan iringan bunyi jebar-jebur. Tidak ada bunyi resluiting, tidak ada bunyi sabun menggosok kulit, tidak ada bunyi karet celana dalam. Nyanyian dikamar mandi yang ini berbahaya, karena ada unsur telanjangnya Pak! Porno! Pokoknya kalau Pak RT tidak mengambil tindakan, kami sendiri yang akan beramai-ramai melabraknya!” (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)


b. Pemendekan Kata
Pemendekan kata dilakukan dengan cara menghilangkan imbuhan. Penghilangan imbuhan ini banyak dilakukan oleh pengarang untuk memperlancar ucapan. Pada cerpen, pemendekan kata sering digunakan dalam dialog yang dilakukan pelaku agar ucapannya lebih singkat, akibatnya cerita menjadi lancar.

”Waktunya selalu tepat pak, tak pernah meleset,” sambung warga yang lain. (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)

Kalimat diatas semestinya tidak pernah meleset. Namun, bila kalimatnya seperti itu, ucapannya menjadi tidak cocok dengan suasana. Selain terkesan sangat baku, penggunaan kata tidak dinilai kurang komunikatif.
Penyingkatan bukan menjadi kan justru mampu menghidupkan suasana yang menimbulkan rasa menasaran antarorang yang sedang berdialog penggunaan kata bukan dinilai sangat formal dan kurang sesuai bila diterapkan dalam perbincangan santai di masyarakat. Hal itu tampak pada kutipan berikut.

”Betul kan pak, suaranya seksi sekali ?”
”ya.”
“Betul kan Pak, suaranya menimbulkan imajinasi yang tidak-tidak?”
”Ya.”
”Betul kan Pak nyanyian di kamar mandi itu meresahkan masyarakat?”
”Boleh jadi.”
”Lho, ini sudah bukan boleh jadi lagi Pak, sudah terjadi! Apa kejadian kemarin belum cukup?”
(Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)


c. Reduplikasi
Penggunaan reduplikasi atau bentuk ulang juga tampak pada cerpen “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”. Gabungan kata tersebut menyatakan hal yang terjadi berulang-ulang. Hal tersebut ada pada kata manggut-manggut yang seharusnya ditulis menganggut-anggut atau kegiatan mengagguk yang dilakukan berulang-ulang. Mungkin pengarang lebih memilih menggunakan diksi yang lebih dikenal oleh pembaca dan tidak terkesan terlalu formal.
Pak RT manggut-manggut dengan bijak. Ia melihat arloji. (Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi)



0 komentar:

Posting Komentar